Daihatsu mengajak sahabat untuk berlaku defensif dalam berkendara.
Safety driving bagi Daihatsu masih menjadi bahan menarik untuk dikedepankan di ranah otomotif. Terlebih ketika banyak pihak ingin keselamatan berkendara menjadi sebuah budaya di Indonesia.
Karenanya Daihatsu bersama GT Radial kembali menyelenggarakan kegiatan online bertemakan keselamatan berkendara, Aggressive vs Defensive Driving.
Program berkonsep edukasi yang digelar beberapa waktu lalu ini mengajak siapapun yang menyaksikan, agar selalu menjaga perilaku berkendara aman demi meminimalisir potensi kecelakaan.
“Acara IG live Ngobrolasik ini adalah bentuk komitmen Daihatsu menekan angka kecelakaan di jalan raya. Sehingga dalam tiga tahun terakhir, Daihatsu bersama GT Radial, terus mengedukasi seputar keselamatan berkendara,” ujar Elvina Afny, Customer Satisfaction & Value Chain Div. Head PT Astra Daihatsu Motor (ADM).
Defensive driving merupakan perilaku mengemudi yang berpikir panjang, mencegah sebelum terjadi, dan melakukan antisipasi.
Sony Susmana, Instruktur Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) yang menjadi narasumber acara mengajak Sahabat Daihatsu, julukan bagi konsumen Daihatsu, untuk berkendara secara defensif.
Menurut Sony, mayoritas angka kecelakaan yang terjadi di jalan raya disebabkan oleh gaya mengemudi yang agresif. “Defensive driving merupakan perilaku mengemudi yang mengedepankan sisi proaktif. Artinya berpikir panjang, mencegah sebelum terjadi, dan melakukan antisipasi. Sehingga potensi bahaya dapat dicegah dan meminimalisir potensi celaka,” jabarnya.
Diakui Sony, secara prinsip, serupa dengan safety driving, defensive driving bertujuan meminimalisir risiko bahaya. bedanya, safety driving memerlukan kemampuan berkendara yang baik dan benar.
Aggressive driving didominasi pengemudi berusia muda dengan jam terbang sedikit, emosi tidak stabil, dan sering show off.
Lantas bagaimana dengan aggressive driving? Model ini biasanya didominasi ‘green driver’, yakni pengemudi yang umumnya berusia muda dengan jam terbang sedikit, emosi tidak stabil, dan sering show off.
“Ciri-ciri green driver adalah ngebut dengan kecepatan yang tidak konsisten, berjalan zig-zag tanpa memberikan lampu isyarat (sign), serta akselerasi dan deselerasi kasar,” ungkap Sony.
Jelas, perilaku green driver tidak patut dicontoh. Bahkan hendaknya pihak berwajib harus jeli dalam menertibkan perilaku green driver, agar kondisi lalu lintas menjadi baik.
Sebab jika dibiarkan, perilaku green driver cenderung menjadi pengemudi agresif. Berdasarkan statistik data kecelakaan di Indonesia, tipe pengemudi ini penyumbang kecelakaan tertinggi sebesar 55%.
Sebenarnya menurut Sony, untuk dapat mengemudi secara defensif cukuplah mudah. Seperti selalu berpikir positif, toleransi, sopan, berbagi, jaga jarak kendaraan, dan jaga kecepatan.
“Mengontrol emosi, atur manajemen waktu perjalanan, dan harus berpikir pula untuk mengutamakan keselamatan orang lain, serta jangan seruntulan di jalan,” pungkasnya.
Teks: Setiawan AS
Foto: ADM
Comments