top of page
  • Gambar penulisEditor

Eks Benny Djati Utomo

Suzuki RGR 1991 (Cansa Noveldy)

Cansa Noveldy, mantan road racer Jawa Timur yang malang melintang di arena balap dari 1996 hingga 2008, dan sekarang menekuni bisnis pembuatan knalpot berlabel 79Dux Exhaust Technology ini sebelumnya tak pernah mengira, Suzuki RGR 1991 yang dibelinya tahun 2010 ini adalah eks besutan Benny Djati Utomo, salah satu tuner terkemuka Tanah Air.

“Sebab saya belinya dari Mas Wandono (almarhum) selaku tangan kedua. Dia mantan Kepala Gudang Suzuki Racing Jakarta yang setelah pensiun mukim di kampungnya di Kedamean, Gresik,” jelas Edux sapaannya.

Stiker tim balap Suzuki dan bengkel tune up punya Benny Djati, Star Racing bawaan motor.

“Dari Mas Wan inilah saya barusan tahu kalau motor ini dulunya punya Benny Djati, yang merupakan rekan kerjanya di Suzuki waktu itu.”

Warna putih langka karena dulu warna hitam lebih digemari.

Dibeli seharga Rp 7,5 juta, Edux ibarat mendapat harta karun. Sebab motor dalam kondisi utuh. Apalagi Wandono juga punya banyak komponen baru dan bekas untuk RGR di bengkel yang ada di rumahnya, termasuk stripping orisinal.

Mesin sudah di-rebuild sehingga seperti baru.

“Jadi waktu beli, sekalian mesin saya rebuild karena kondisinya waktu itu sudah dikorek harian. Blok sudah portingan , kelistrikan seperti magnet, CDI, koil sudah komplet pakai punya Suzuki RC,” lanjut Edux yang merasa seperti beli RGR gres, lantaran kondisi daleman mesin seperti kampas kopling, conrod, dan piston serba baru.

RGR generasi pertama (2001-2002) pakai lampu belakang terpisah dengan sein. Setelah itu lampu menyatu dengan sein.

“Saya jadi teringat Suzuki RGR punya kakak (WS Udex), yang waktu itu dibelikan baru di dealer Suzuki Gentengkali Motor, yang ada di Gubeng Viaduk. Terus terang sejak saat itu saya mengidolakan RGR terutama generasi pertama yang masih pakai lampu belakang seperti punya Suzuki Sprinter (lampu belakang dan sein terpisah). Mesin bandel, larinya kencang, dan suara knalpotnya merdu,” lanjut Edux.

Logo brand Campagnolo pada pelek racing eks GP bike.

Tak hanya itu saja, Edux juga terima warisan dari Benny Djati berupa pelek racing berlabel Campagnolo dari Italia. “Enteng banget… enggak sampai 300 gram per biji. Mungkin karena katanya, bahan dari magnesium, dan itu bekas dipakai GP bike,” tunjuk Edux.

Pelek racing eks GP bike merek Campagnolo berbahan magnesium.

Ditambahkannya, “Dulu pelek ini mau dibeli Koh Apeng dari CMS seharga Rp 2 juta depan-belakang. Tapi enggak dikasih karena posisi pelek masih nempel di motor,” tutur Edux mengisahkan obrolannya sama Wandono.

Footstep racing juga punya GP bike.

Selain pelek racing, komponen GP bike yang melekat di RGR Benny Djati ini juga adalah disk brake dan footstep juga eks GP bike.

Stripping pasang baru tapi orisinal Suzuki RGR.

“Sayang cakram belakang enggak ada. Jadi saya ganti cakram lain. Terus disk brake depan itu seharusnya double. Tapi saya pasang single disk brake supaya sama dengan RGR,” tutup Edux.

Cansa ‘Edux’ Noveldy

Naskah & Foto: Indramawan

 

bottom of page