top of page
  • Gambar penulisEditor

Otoplus-Online Trip: Uji Tanjakan Piaggio Medley Cemoro Sewu-Cemoro Kandang


Piaggio Medley S ABS ternyata asyik buat jalan jauh.


Skutik sejatinya didesain sebagai alat transportasi komuter perkotaan yang cenderung permukaan jalannya datar. Dalam kenyataannya banyak orang yang menggunakannya untuk melakukan perjalanan jauh ke luar kota bahkan medan ekstrem. Lewat Otoplus-Online Trip kali ini, kami sekaligus ingin membuktikan kalau skutik juga bisa menaklukkan tanjakan di ketinggian 1800 MDPL.

Joknya lebar dan empuk.


Impresi berkendara Piaggio Medley 150S ABS di jalanan perkotaan telah kami ulas tuntas pertengahan Februari lalu (Baca: Kupas Tuntas Piaggio Medley ABS). Pada artikel tersebut kami menyinggung sumbu roda Medley yang mencapai 1.390 mm. Dengan sumbu roda sepanjang itu (sebagai perbandingan kalau jarak sumbu roda Honda PCX 1.313 mm), karakter Medley yang stabil dan tenang terasa unggul diantara skutik 150 cc. Karakter ini kami rasa cocok buat diajak melakukan perjalanan jauh.

Bagasi lega berkapasitas 36 liter, bahkan tripod kamera kami muat di dalamnya mantap deh buat trip jarak jauh.


Nah untuk membuktikannya OTOPLUS-ONLINE turing ke kawasan pegunungan Cemorosewu/Cemorokandang di perbatasan wilayah Magetan (Jawa Timur) dan Karanganyar (Jawa Tengah).  Kami sengaja memilih destinasi tersebut karena menyuguhkan medan pengujian yang kompleks dan menantang. Mulai trek lurus yang panjang, jalur berkelok, menanjak dan menurun. Ditambah kondisi cuaca yang kacau balau belakangan ini.

Gapura Wringin Lawang, situs peninggalan kerajaan Majapahit setinggi 15,5 meter yang berada 58 kilometer dari Surabaya, berlokasi di daerah Trowulan, Mojokerto.


Untuk unit tes kami disupport Vespa Satya yang dealer pusatnya berlokasi di jalan Stasiun Kota No.58 Surabaya. Vespa Satya menyediakan unit baru yang odometer baru menunjukkan angka 30 kilometer.


Riding Position


Posisi berkendara ergonomis, perjalanan keluar kota sama sekali ga bikin capek.


Buat tester OTOPLUS-ONLINE yang berpostur 162 cm, ketinggian jok depan yang berjarak 799 mm memaksa kaki sedikit jinjit untuk menapak tanah. Tetapi setelah berjalan, ergonominya terasa pas. Jarak setang, jok dan floordeck sangat ideal. Terlebih joknya terasa empuk. Di sisi pengendara diimbuhi sandaran mini yang lumayan menambah kenyamanan saat menaikinya.

Tangki bahan bakar berkapasitas 7,5 liter ada di bawah floordeck membuat centre of gravity lebih rendah.


Sementara pembonceng juga merasa nyaman, joknya panjang sehingga leluasa dengan penampang yang tidak terlalu lebar sehingga paha tidak harus mengangkang yang bakal melelahkan di perjalanan panjang, Kekurangannya hanya permukaan jok yang rata, Kalau saja di bagian belakang dibuat sedikit menanjak sehingga menahan bobot pembonceng terutama saat berakselerasi atau melintas di jalan menanjak pasti lebih oke.

Menerjang Hujan Deras

Usai melewati Kota Jombang, hujan deras di Bagor, Guyangan memaksa kami harus berhenti untuk berteduh. Dua jam menunggu namun karena hujan tak kunjung reda, OTOPLUS-ONLINE pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.  Sekalian aja menguji skutik berwarna black opacomatt ini menerjang hujan.

Sistem rem dilengkapi dengan ABS 2 kanal dari Bosch.


Awalnya kami ragu dengan alur ban depan buatan Maxxis seri Extramaxx yang punya alur terbalik namun setelah merasakan beberapa kilometer kami mulai merasa pede dengan cengkeramannya di jalan basah. Apalagi sistem remnya sudah dilengkapi dengan ABS 2 kanal buatan Bosch.

Indikator ABS akan menyala ketika sistem ABS aktif misal saat panic brake.


Sepanjang perjalanan menerjang hujan, perasaan kok jadi lebih nyaman ya, mesin juga terasa lebih bertenaga saat dipakai pada kondisi hujan. Mungkin selain perjalanan juga lebih adem dan suhu mesin yang terpantau di instrument meter satu strip lebih rendah dibandingkan saat memulai Trip yang kondisinya panas terik.

Melaju 110 km/jam

Sistem pendingin cairan menjaga performa mesin stabil.


Kehadiran tol Trans Jawa cukup berdampak pada kondisi lalu lintas di jalan raya utama Surabaya-Madiun. Meski Trip kami lakukan pada puncak libur panjang akhir Oktober 2020 lalu, kondisi lalu lintas relatif ramai lancar.

OTOPLUS-ONLINE bahkan menemui jalan yang lumayan mulus dan lengang di wilayah Tanjunganom, Kedungrejo, Nganjuk.

Sumbu roda panjang menunjang stabilitas.


“Ah kesempatan nyobain top speed nih!” pikir kami. Dengan beban total orang plus bagasi sekitar 120 kg meski harus dirunut kami berhasil mengajak skutik Italia ini berlari 110 km/jam.

Top speed, bisa lebih dari 100 km/jam.


Sebagai reminder, Medley termasuk jajaran produk Piaggio pertama yang mendapatkan mesin baru berteknologi i-Get. Dengan ukuran diameter (58 mm) x langkah (58,7 cc) mesinnya berkapasitas murni 155,1 cc menyodorkan semburan tenaga yang merata di semua rentang putaran mesin. Tenaga maksimumnya mencapai 11 kW atau 14,74 dk pada 7.750 rpm.

Bobot yang mencapai 132 kg tidak membuatnya terhempas ketika didahului kendaraan besar seperti bis atau truk.


Karakter penyaluran tenaganya khas Piaggio atau Vespa. Smooth di putaran bawah lalu berubah agresif meski tidak sampai ganas ketika mulai menyentuh putaran menengah sampai atas. Tujuannya agar friendly ketika diajak jalan santai pada kecepatan rendah.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 120 kilometer, kami tiba di kota Madiun. Kota yang viral dengan nama Kampung Pesilat ini sudah banyak mengalami perubahan dan perkembangan yang begitu pesat. Lalu lintas di dalam kota kini semakin ramai.

Namun hal yang menonjol kami rasakan adalah stabilitasnya. Dengan kombinasi sumbu roda 1.390 mm dan paduan ban bertapak 100/80-16 (depan)-110/80-14 (belakang) plus bobot kosong yang mencapai 132 kg berperan signifikan pada kestabilan lajunya.

Menyusuri jalan Pahlawan suasananya telah berubah. Trotoar di salah satu sisi jalan ditata rapi lengkap dengan deretan tempat duduk yang terkesan unik dan kekinian dengan penambahan lampu-lampu hias jadi serasa berada di jalanan Malioboro, Yogyakarta. Gak heran kalau kini viral disebut dengan nama Malioboro-Madiun.


Tak hanya saat ngebut di kecepatan tinggi tapi juga ketika berpapasan atau disalip kendaraan besar seperti bis atau truk.

Rute Bahagia Sarangan - Tawangmangu

Sejatinya rute ini yang sangat kami antisipasi ketika memutuskan untuk memilih naik skutik buat menyusurinya. Pasalnya jalanan di sini didominasi dengan tanjakan, turunan, kelokan yang saking tajamnya akan memaksa pengendara untuk menikung rebah bak cornering yang jelas bukan santapan empuk buat skutik.

Jalan menuju Cemoro Sewu didominasi tanjakan, kelokan dan turunan.


Tapi tantangan itu ternyata enteng aja ditaklukkan Medley. Di tanjakan bersudut 34-37 derajat, skutik ini sama sekali tidak menemui kesulitan. Tidak ada tanda-tanda tak kuat nanjak padahal tak sedikit skutik merek lain yang tak tak mampu menaklukkan tanjakan sampai memaksa pemboncengnya turun untuk mengurangi beban atau bahkan membantu mendorong motor.


Kelokan-kelokan yang menghias sepanjang rute Sarangan –Tawangmangu terasa jadi arena bermain menyenangkan untuk Medley. Tapak roda yang lebar dikombinasi rangka yang kokoh ditunjang sok depan dengan as teleskopik 37 mm dan sok belakang adjustable membuatnya sangat mengasyikkan bermanuver. Oya, kami sempat terganggu dengan karakter redaman sokbreker belakang, selidik punya usut rupanya setelan pegas ada di posisi paling empuk, efeknya ya bottoming seperti yang kami rasakan. Putar ke posisi kedua, gejala itu pun sirna.

Fasilitas umum dan warung banyak tersebar menghias perjalanan.


Di jalan menurun, kekhawatiran awal kami terbantahkan, rem blong yang acap menghantui motor bertransmisi CVT tak kami alami. Engine brake pada mesin Medley sangat membantu meredam kecepatan ketika melintasi jalan-jalan menurun. Kepedean kami bertambah lantaran selain dibekali ABS, remnya sudah mengandalkan model cakram di kedua rodanya. Ukurannya pun besar, depan berdiameter 260 mm sementara belakang diameternya 240 mm. Lantaran membawa kebahagiaan, kami menamai rute Sarangan-Tawangmangu dengan sebutan Rute Bahagia.

Menembus 1800 MDPL, Negeri di Atas Awan

Bukan nama asing bagi para pendaki. Baik Cemoro Sewu maupun Cemoro Kandang merupakan titik start jalur pendakian gunung Lawu. Bedanya, Cemoro Sewu di Jawa Timur sementara Cemoro Kandang di Jawa Tengah. Kedua provinsi tersebut memang berbatasan di lereng pegunungan Lawu ini.

Perjalanan menuju Cemoro Kandang disambut kabut.


Titik 0 Cemoro Sewu di wilayah Jawa Timur menawarkan trek jalur pandakian yang lebih terjal. Sedangkan start dari Cemoro Kandang yang berada pada 1800 mdpl (meter diatas permukaan laut) menawarkan jalur pendakian yang agak landai meski lebih jauh.

Daerah pegunungan Lawu, menyajikan keindahan alam pegunungan memesona.


Gunung Lawu dikategorikan gunung purba, yang ditandai dengan ditemukannya berbagai flora dan fauna langka di gunung tersebut. Diantaranya cemara gunung, edelwis, anggrek lawu. Binatang-binatang langka seperti harimau, rusa dan elang jawa dikabarkan masih hidup di sini.

Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang merupakan perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah.


Di lokasi ini, kita akan dimanjakan dengan indahnya pemandangan alam. Deretan awan seperti berada tak jauh diatas kita atau bahkan sejajar dengan kita berdiri. Maka tak heran jika ada istilah daerah ini juga dikenal dengan sebutan Negeri di Atas Awan. Fasilitas umum dan warung-warung banyak bertebaran di sini. Lokasi ini juga menjadi lokasi ideal untuk rehat perjalanan.

Menikmati Sate Kelinci

Naik skutik Italia menikmati Telaga Sarangan jadi berasa seperti menikmati Danau Como di Lombardy, Italia.


Pada perjalanan balik dari kawasan Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang, OTOPLUS-ONLINE menyempatkan mampir ke Telaga Sarangan. Telaga alami ini merupakan tempat wisata andalan kota Magetan yang berada di ketinggian 1200 mdpl. Berjarak sekitar 16 km arah barat kota Magetan dan memiliki luas sekitar 30 hektar.

Dalam perjalanan pulang, kami menyempatkan mampir ke Telaga Sarangan.


Suhu udara di sini berkisar 15 - 20 derajat celcius yang tentunya menjadi daya tarik tersendiri untuk sekadar ngadem ataupun bermalam. Hotel dan pondok-pondok penginapan banyak tersedia di sekitar telaga ini. Fasilitas pendukung lain seperti rumah makan, tempat bermain, tempat parkir, tempat ibadah dan taman juga tersedia.

Menikmati telaga menggunakan speedboat bertarif Rp 70 ribu/putaran.


Tiket masuk ke kawasan Telaga Sarangan yaitu Rp 20.000/orang termasuk asuransi Jasa Raharja. Jika kondisi tidak ramai, kita bisa mengendarai motor berkeliling telaga atau bisa merasakan sensasi naik kuda dengan membayar Rp 70.000/putaran.

Suasana Telaga Sarangan yang sejuk.


Bila ingin merasakan sensasi lain bisa berkeliling telaga menggunakan speedboat dengan tariff Rp 60 ribu/putaran. Dan bagi pengunjung yang ingin membawa oleh-oleh ataupun merchandise khas Sarangan, terdapat berderet kios yang menyediakan barang-barang tersebut.

Seporsi sate kelinci hanya Rp 15.000.


Satu lagi yang khas di sini seperti umumnya di daerah wisata berhawa dingin yaitu sate kelinci, Seporsinya berisi 10 tusuk sate dihargai Rp 15.000, biar kenyang tambahkan lontong seharga Rp 3.000/porsi. Menyantap sate kelinci sembari menikmati pemandangan telaga dan perbukitan lereng gunung Lawu terasa bak menikmati sajian yang serasi kombinasi antara udara sejuk, santapan hangat yang lezat serta secangkir teh atau kopi hangat.

Konsumsi Bahan Bakar

Start dengan tangki berkapasitas 7,5 liter penuh, setelah menempuh jarak 268 km dengan dominasi jalan mendatar kami melakukan refueling sebanyak 2 liter. Kami kembali melakukan pengisian bensin sebanyak 4 liter saat odometer menunjukkan angka 356 km, terkesan lebih boros karena rute yang dilewati berupa tanjakan terjal.

Setelahnya rutenya berupa jalur menurun dan kembali mendatar hingga tiba kembali ke Surabaya.

Perjalanan pulang kami disambut dengan hujan deras. Kehadiran fitur ABS sangat terasa manfaatnya di jalan basah.


Kami pun baru melakukan pengisian bahan bakar di Surabaya. Bila dirata-rata, konsumsi BBM-nya berkisar 38,46 km/liter. Catatan itu diraih dengan perlakuan berkendara yang gas pol tanpa mengindahkan kaidah efisiensi BBM.

Teks: Arianto Sasongko

Foto: Arianto Sasongko, Nugroho Sakri Yunarto

bottom of page