top of page
  • Gambar penulisEditor

Test Ride Yamaha XSR 155: Kali Ini Kami Pakai Turing ke Lembah Dieng, Gempol

Lembah Dieng adalah bekas areal penambahan pasir dan batu, dengan ketinggian permukaan variatif dan cukup ekstrem, mulai 80 mdpl sampai 120 mdpl.

Motor bertampang retro yang enak dipakai turing


OTOPLUS-ONLINE I Beberapa waktu lalu, kami sudah menjajal Yamaha All New XSR 155 untuk dipakai beraktivitas sehari-hari. Pada kesempatan kali ini, kita pengin coba untuk turing ke luar kota. Seperti apa sih rasa berkendara jarak jauh menggunakan motor sport bertampang retro ini.


Yamaha XSR 155 mengadopsi gaya neo retro. Desainnya diturunkan dari Yamaha XSR 700 dan XSR 900 yang diluncurkan pada 2016 silam. XSR 155 dibekali mesin injeksi berkapasitas 155 cc 4 katup berpendingin cairan dengan teknologi VVA (Variable Valve Actuation). Mesin SOHC ini dapat menghasilkan tenaga sebesar 19 dk.


Untuk sasisnya, XSR 155 menggunakan rangka deltabox yang dipadu dengan suspensi depan model inverted (upside-down) 37 mm dan suspensi monosok di buritan. Spesifikasi rangka dan suspensinya identik dengan kepunyaan Yamaha MT-15.

Bagaimana impresi motor retro modern yang dipasarkan dengan harga Rp 40.210.000 (OTR Surabaya) ini kalau dipakai keluar kota? Berikut pengalaman OTOPLUS-ONLINE. Posisi Berkendara

Duduk di jok XSR 155 lebih berasa naik motor sport


Dengan tinggi jok 810 mm pengendara berpostur 170 cm ke bawah dipastikan tidak dapat menapakkan kaki dengan sempurna ke tanah. Itu dialami dua rider OTOPLUS-ONLINE yang masing-masing berpostur 162 cm dan 165 cm.


Selain peran tinggi jok bentuk cover tangki bensin model dripshaped yang melebar hingga mendekati ujung jok memaksa kaki pengendara mengangkang.


Setangnya lebar dan sedikit meninggi dengan posisi yang seakan mengajak tubuh pengendara merunduk. Komposisi itu memang membuat posisi pengendara selalu sigap, dikombinasi lagi dengan posisi footstep yang sedikit mundur ke belakang.


Alhasil, duduk di jok XSR 155 lebih berasa naik motor sport ketimbang naik motor retro yang posisi berkendaranya santai seperti Kawasaki W175.


Joknya sendiri lumayan empuk dengan permukaan pelapis jok yang kesat sehingga tidak membuat pantat mudah bergeser. Hanya saja bentuk jok yang datar serta absennya behel di belakang akan membuat pembonceng merasa was-was terjerembab ke belakang.

Untuk perjalanan keluar kota, posisi berkendara ala motor sport di XSR 155 tidak terlalu melelahkan asal jaraknya tidak terlalu jauh.

Butuh persiapan fisik sebelum turing jarak jauh dengan XSR


Pasalnya, “Telapak tangan menjadi kebas dan jari-jari jadi kesemutan setelah menempuh jarak sekitar 60 km,” tutur Arianto Sasongko, test rider OTOPLUS-ONLINE yang berpostur 162 cm. Solusinya, “Harus rutin senam jari saat riding,” kiat Arik.

“Overall posisi berkendara sih oke meski setang terasa sedikit kejauhan, hanya saja peletakkan tombol-tombol terutama klakson yang bentuknya kecil agak sulit dijangkau,” tukas Mochmmad Alif Dary Farras, test rider OTOPLUS-ONLINE yang lain. Karakter Berkendara

Di jalan berpasir dan berkerikil, XSR 155 masih mudah dikendalikan

Dengan bobot kosong 134 kg, XSR 155 terasa ringan dan gesit bermanuver. Karakter ini terasa ideal ketika dipakai di dalam kota, tapi serunya di jalanan luar kota.


Motor ini terasa stabil berkat perpaduan rangka Deltabox, suspensi berkarakter cenderung kaku plus roda bertapak lebar dengan ban depan ukuran 110/70-17 dan ban belakang 140/70-17.


Ban model dual purpose produk IRC Trail Winner bawaannya menyodorkan kemampuan daya cengkeram yang sangat baik di jalan aspal dan offroad ringan, seperti saat kami ajak berkeliling di kawasan Lembah Dieng, Gempol yang permukaan jalannya banyak dipenuhi pasir dan kerikil lepas.


Namun yang harus diperhatikan, agar cengkeraman optimal, pastikan tekanan angin ban selalu ada di angka 33 psi (depan) dan 36 psi (belakang). Mesin Responsif Irit BBM

Di kecepatan tinggi, laju motor ini terasa stabil berkat kombinasi rangka deltabox dan suspensi berkarakter kaku yang dipadu dengan ban bertapak lebar


Suntikan teknologi VVA membuat karakter mesin XSR 155 responsif di semua rentang putaran mesin. Di putaran rendah tenaganya sudah ngisi, motor jadi enak dipakai jalan santai sembari menikmati pemandangan tandus dan gersang Lembah Dieng di musim kemarau.


Di putaran atas, motor retro modern ini seperti memiliki tenaga ekstra terutama ketika mesin berkitir di atas 6,000 rpm. Di ruas Gempol-Porong yang relatif lengang, duet test rider OTOPLUS-ONLINE dengan mudah meraih kecepatan 118 km/jam. “Belum mentok sih,” ujar Arik.


Keasyikan melibas trayek luar kota didukung juga dengan adanya teknologi slippery clutch yang memungkinkan kita melakukan upper shift (perpindahan gigi naik) tanpa harus menarik tuas kopling sehingga perpindahan gigi bisa dilakukan lebih cepat.


Kelebihan utama teknologi ini terletak pada kemampuannya menghindarkan engine brake dengan sengaja membuat selip kopling untuk menghasilkan deselerasi yang halus untuk memudahkan kontrol kendaraan ketika akan bermanuver memasuki tikungan.


Untuk rasio perbandingan gigi, antara gigi 1-5 karakternya close ratio dengan penurunan putaran mesin hanya sekitar 600 rpm setiap perpindahan gigi. Sementara rasio gigi 6 dimanfaatkan lebih sebagai overdrive yang membuat konsumsi bahan bakar XSR 155 menjadi hemat.


Pada pengetesan kami di jalanan luar kota sejauh kurang lebih 70 kilometer, informasi MID (Multi Information Display) pada panel meter di kedua motor tes kami ini menunjukkan angka konsumsi BBM sebesar 50,4 km/liter dan 51,2 km/liter. Lembang Dieng Gempol

Kami membawanya berkelanan ke Lembah Dieng di Gempol, Pasuruan


Lokasi ini sengaja kami pilih sebagai destinasi untuk menguji impresi Yamaha XSR 155 di rute luar kota. Selain lokasi wisata ini sempat viral di media sosial, letaknya juga tidak terlalu jauh dari Surabaya mengingat saat ini pemerintah masih memberlakukan PPKM level 3 di Jawa Timur.

Berlokasi di kaki gunung Penanggungan


Lembah Dieng yang terletak di Dusun Dieng, Desa Jeruk Purut, Kecamatan Gempol, Pasuruan ini sejatinya adalah area bekas penambangan pasir dan batu. Luasnya sekitar 10 hektar namun sudah 10 tahun terakhir ini sudah tak ada lagi aktivitas penambangan di sana.

Dari jalan raya Surabaya-Pandaan pengunjung dapat melalui Desa Bulusari dan Karangrejo sejauh sekitar 4 kilometer


Jujur, di musim kemarau seperti sekarang, pemandangan yang disuguhkan jauh dari memukau. Hanya terlihat hamparan tanah tandus dan kering, tidak seperti yang terlihat di foto-foto media sosial yang tampak bak hamparan hijau bak savana.

Mobil tidak bisa masuk area Lembah Dieng karena sempit dan rawan apabila kepater, mobil bisa diparkir di rumah warga dan memanfaatkan jasa ojek untuk menuju lokasi, yang ditandai gapura ala kadarnya sebagai pintu masuk


Lantaran merupakan bekas areal penambahan pasir dan batu, ketinggian permukaannya jadi bervariasi cukup ekstrem mulai 80 mdpl sampai 120 mdpl.

Di musim kemarau, kondisinya kering dan tandus. Akan terlihat indah jika mengunjunginya di awal musim penghujan sekitar bulan Oktober atau akhir musim penghujan di bulan Februari


Lokasinya tidak berada jauh dari jalan raya Surabaya-Pandaan, hanya sekitar 3,5 kilometer melewati desa Bulusari dan desa Karangrejo. Namun untuk keamanan, hanya sepeda motor yang diizinkan masuk ke dalam lokasi wisata Lembang Dieng.


Terima kasih kepada: Yamaha Jatim Teks: Nugroho Sakri Yunarto Foto: Hendra Sonie

bottom of page